Praktikum Modul Nilai Produktivitas Primer BAB I Pendahuluan
source: google.com

Praktikum Modul Nilai Produktivitas Primer BAB II Teori Dasar

Praktikum Modul Nilai Produktivitas Primer BAB II Teori Dasar

BAB II
TEORI DASAR

Praktikum Modul Nilai Produktivitas Primer BAB I Pendahuluan
source: google.com

2.1.  Produktivitas Primer

  Praktikum Modul Nilai Produktivitas Primer BAB II Teori Dasar –  Kirk (2011); Lee et al. (2014); Mercado-Santana et al. (2017); Chen et al. (2017), menyebutkan bahwa produktivitas primer merupakan laju produksi karbon organik (karbohidrat) per satuan waktu dan volume melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh organisme tumbuhan hijau. Dalam konsep produktivitas, dikenal istilah produktivitas primer kotor (gross primary productivity/GPP) dan produktivitas primer bersih (net primary productivity/NPP). Produktivitas primer kotor merupakan laju total fotosintesis, termasuk bahan organik yang dimanfaatkan untuk respirasi selama jangka waktu   tertentu disebut juga produksi total atau asimilasi total. Produktivitas bersih merupakan laju penyimpanan bahan organik di dalam jaringan setelah dikurangi untuk pemanfaatan untuk respirasi selama jangka waktu tertentu (Nyabakken, 1992; Odum, 1996; Wetzel, 2001; Asriyana & Yuliana, 2012). Jadi, NPP adalah hasil dari GPP dikurangi energi untuk respirasi. Secara rumus, dapat ditulis menjadi:

𝑁𝑃𝑃 = 𝐺𝑃𝑃 – 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠i

Produktivitas primer perairan memiliki peran penting dalam siklus karbon dan         rantai makanan serta perannya sebagai pemasok oksigen terlarut di perairan. Pengukuran produktivitas primer merupakan satu syarat dasar untuk mempelajari struktur dan fungsi ekosistem perairan. (Behrenfald et al. 2005) menyebutkan bahwa produktivitas primer bersih merupakan kunci pengukuran kesehatan lingkungan dan pengelolaan sumber daya laut. tingkat produktivitas primer suatu perairan memberikan gambaran bahwa, suatu perairan cukup produktif dalam menghasilkan biomassa tumbuhan, termasuk pasokan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Dengan tersedianya biomassa tumbuhan dan oksigen yang cukup dapat mendukung perkembangan ekosistem perairan (Muhtadi, 2017).

Produktivitas primer memiliki peran penting dalam siklus global karbon dan         sebagai sumber makanan untuk organisme heterotrof. Fitoplankton bisa ditemukan di seluruh massa air mulai dari permukaan laut sampai pada kedalaman tertentu dengan     intensitas cahaya yang memungkinkan untuk fotosintesis (Nontji, 2002). Produktivitas primer yang terlalu tinggi dapat mengindikasikan telah terjadi eutrofikasi, sedangkan            yang terlalu rendah dapat memberikan indikasi bahwa perairan tidak produktif atau miskin.

2.2.  Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer

  • Penetrasi Cahaya

           Kebutuhan cahaya merupakan suatu batas fundamental distribusi seluruh organisme fotosintesis. Untuk hidup, organisme ini harus berada pada daerah lapisan permukaan (zona fotis) sehingga energi matahari diperoleh lebih banyak untuk berfotosintesis. Kedalaman zona fotik ditentukan oleh kapasitas cahaya matahari menembus air, hal ini dipengaruhi kondisi yang beragam yaitu penyerapan cahaya di atmosfer, sudut datangnya sinar dan transparansi air. Peningkatan jumlah energi di permukaan air bergantung pada kondisi atmosfer seperti debu, awan, waktu dan gas-gas yang mengabsorbsi, memantulkan, dan meneruskan (transmisi) radiasi matahari yang datang, absorbsi cahaya oleh air, panjang gelombang, lintang geografi, dan musim. Cahaya matahari merupakan gabungan cahaya dengan panjang gelombang dan spektrum warna yang berbeda-beda serta daya tembus setiap spektrum warna berbeda-beda. Spektrum warna cahaya yang memiliki panjang gelombang pendek memiliki daya tembus yang lebih besar dibanding dengan gelombang panjang (Nybakken, 1992; Odum, 1996; Wetzel, 2001; Kirk, 2011).

Umumnya fotosintesis bertambah sejalan dengan peningkatan intensitas cahaya sampai pada nilai optimum tertentu (cahaya saturasi). Di atas nilai tersebut, cahaya merupakan penghambat bagi fotosintesis (cahaya inhibisi), sedangkan di bawahnya cahaya merupakan pembatas sampai suatu kedalaman di mana fotosintesis sama dengan respirasi. Oleh karena itu laju fotosintesis ini sangat berhubungan dengan laju produktivitas primer di perairan, di mana laju fotosintesis yang hubungannya dengan cahaya sama dengan hubungan cahaya dengan produktivitas primer di perairan. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi cahaya produktivitas perairan semakin tinggi sampai pada batas tertentu, akan menurun seiring dengan menurunnya intensitas cahaya matahari (Alianto et al., 2008).

  • Nutrien

Pada ekosistem perairan alami, siklus produksi dimulai oleh produser yang mampu mensintesa bahan organik yang berasal dari bahan anorganik melalui proses fotosintesis (beberapa jenis bakteri melakukan kemosintesis) dengan bantuan cahaya matahari. Odum (1996) membagi nutrien yang dibutuhkan oleh tumbuhan menjadi makro nutrien (terdiri dari unsur: O, C, N, P, S, K, Mg, dan Ca) dan mikro nutrien (Fe, Mn, Cu, Zn, B, Si, Mo,Cl, Co, dan Na) . Menurut Filippino et al. (2011); Qurban et al. (2017), nutrien yang paling berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan plankton adalah nitrogen (dalam bentuk NO3) dan fosfor (dalam bentuk PO4). Kedua unsur ini sangat penting yang merupakan faktor pembatas bagi produktivitas plankton di perairan. Selain nitrogen dan fosfor unsur yang penting terhadap perkembangan organisme autotrof terutama plankton jenis algae diatom adalah silika untuk membentuk frustule dan spikule. Menurut Reeder (2017), nutrien yang tinggi dengan alkalinitas yang rendah menjadi faktor pembatas produktivitas primer di perairan.

Ketersediaan nutrien di perairan merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan organisme autotrof. Dengan demikian efisiensi daur nutrisi dalam ekosistem perairan akan menjadi sangat penting untuk memelihara produktivitas primer (Kirk, 2011). Oleh karena itu, besarnya produktivitas primer suatu perairan dapat mengindikasikan besarnya ketersediaan nutrien terlarut di perairan tersebut (Alianto et al., 2008). Keberadaan nutrien di perairan sangat di pengaruhi oleh aktivitas manusia di daratan, gerakan massa air (terutama di perairan laut), maupun aktivitas pembusukan bahan-bahan organik. Adanya penyebaran nutrien dan organisme autotrof (fitoplankton) di perairan yang berbeda-beda sangat mempengaruhi produktivitas primer di perairan. Perairan yang kaya nutrien dan biota autotrof akan memiliki produktivitas primer yang tinggi (Filippino et al., 2011; Vallina et al., 2017). Oleh karena itu perairan estauri memiliki produktivitas yang tinggi jika dibanding dengan perairan laut lepas dan perairan perairan tawar karena menjadikan daerah sebagai trap nutrien. Aliran air tawar dan air laut yang terus menerus membawa mineral, bahan organik, serta sedimen dari hulu sungai ke laut dan sebaliknya dari laut ke muara. Unsur hara ini mempengaruhi produktivitas wilayah perairan muara.

  • Suhu

          Suhu pada perairan sangat berperan dalam mengendalikan ekosistem perairan. Secara umum, laju fotosintesa fitoplankton meningkat dengan meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton selalu beradaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu (Vallina et al., 2017). Pada daerah subtropis, pada musim panas tingkat produktivitas perairan akan lebih tinggi dibandingkan pada musim dingin.

  • Klorofil

Konsentrasi klorofil-a merupakan indikator utama untuk mengestimasi produktivitas primer dan merupakan variabel penting dalam proses fotosintesis. Klorofil–a fitoplanton adalah suatu pigmen aktif dalam sel tumbuhan yang mempunyai peranan penting di dalam proses berlangsungnya fotosintesis di perairan semua sel berfotosintesis mengandung satu atau beberapa pigmen klorofi l ( hijau coklat, merah atau lembayung) (Wetzel, 2001; Kirk, 2011). Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait dengan biomassa organisme autotrof yang tentunya berkaitan dengan kondisi suatu perairan. Parameter fisik-kimia yang mengontrol dan mempengaruhi sebaran klorofil-a, adalah intensitas cahaya, nutrien (terutama nitrat, fosfat dan silikat). Perbedaan parameter fisika-kimia tersebut secara langsung merupakan penyebab bervariasinya produktivitas primer. Selain itu “grazing” juga memiliki peran besar dalam mengontrol konsentrasi klorofil-a di laut. Wetzel (2001), menjelaskan bahwa keberadaan klorofil di perairan danau sangat di tentukan oleh adanya kandungan fosfat di danau tersebut (Gambar 2).

Pada umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan pantai sebagai akibat dari tingginya masukan nutrien yang berasal dari daratan melalui limpasan air sungai, dan sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas pantai. Meskipun demikian pada beberapa tempat masih ditemukan konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi, meskipun jauh dari daratan. Keadaan tersebut disebabkan oleh adanya proses sirkulasi massa air yang memungkinkan terangkutnya sejumlah nutrien dari tempat lain, seperti yang terjadi pada daerah upwelling (Qurban et al., 2017). Sebaran klorofil-a di dalam kolom perairan sangat tergantung pada konsentrasi nutrien (Canion et al., 2013). Kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai ukuran banyaknya fitoplaknton pada suatu perairan tertentu dan dapat digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan (Chen et al., 2017).

  • Kekeruhan

Suhu pada perairan sangat berperan dalam mengendalikan ekosistem perairan. Secara umum, laju fotosintesa fitoplankton meningkat dengan meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton selalu beradaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu (Vallina et al., 2017). Pada daerah subtropis, pada musim panas tingkat produktivitas perairan akan lebih tinggi dibandingkan pada musim dingin (Mercado-Santana et al., 2017).

2.3.   Metode Pengukuran

  • Metode Botol Gelap-Terang

Metode yang umum digunakan dalam mengukur nilai produktivitas primer adalah metode oksigen dengan metode botol gelap dan terang (Odum, 1996; Wetzel, 2001). Oksigen merupakan hasil sampingan dari fotosintesis, sehingga ada hubungan erat antara produktifvitas dengan oksigan yang di hasilkan oleh tumbuhan. Tetapi harus di ingat sebagian oksigen di manfaatkan oleh tumbuhan tersebut dalam proses respirasi, dan harus di perhitungkan dalam penentuan produktivitas.

Metode ini sangat cocok dalam menentukan produktivitas primer ekosistem perairan, dengan fitoplankton sebagai produsennya. Tiga contoh airdi ambil pada kedalaman yang sama. Satu contoh di simpan di dalam botol terang (LB) dan satunya lagi pada botol gelap (DB), dan saatu lagi diukur sebagai DO inisial (IL). Selanjutnya kedua botol (LB dan DB) diinkubaasi pada sesuai dengan tempat pengambilan air contoh (3-6 jam).

Penggunaan botol terang dipakai untuk mengukur laju fotosintesis yang disebut juga sebagai produktivitas primer kotor (jumlah total sintesis bahan organik yang dihasilkan dengan adanya cahaya). Sementara botol gelap digunakan untuk mengukur laju respirasi. Produktivitas primer dapat diukur sebagai produktivitas kotor dan atau produktivitas bersih.

  • Metode Citra Satelit

Estimasi produktivitas primer perairan berdasarkan nilai konsentrasi klorofil-a dapat ditentukan dengan ektrak dari citra satelit. Satelit secara rutin telah menyediakan beberapa variabel biofisik seperti variabel konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut. Data yang telah didapat oleh sensor satelit, dapat digunakan untuk membuat model estimasi produktivitas primer, sehingga estimasi produktivitas primer lebih cepat dan efisien (Ma et al. 2014). Keakuratan pengukuran dengan metode ini tergantung pada citra satelit yang digunakan dalam analisis data. Model-model yang dikembangkan oleh Shuchman et al., 2013 (0.92) Hill et al. (2013) dan Hill and Zimmerman (2010) korelasi antara konsentrasi klorofil-a dengan produktivitas primer perairan sebesar 0,81 dan 0,86. Hill et al. (2013); Ma et al. (2014); Kahru et al. (2015), menyatakan bahwa model hubungan empiris sederhana antara produktivitas primer dengan konsentrasi klorofil-a ekstraksi citra satelit dapat diaplikasikan dengan asumsi bahwa nilai integrasi konsentrasi klorofil-a dari permukaan sampai kedalaman eufotik homogen sehingga konsentrasi klorofil-a citra satelit dianggap konstan di seluruh zona eufotik. Hasil penelitian Nuzapril et al. (2017) mendapatkan bahwa analisis spasial citra satelit dengan melihat sebaran chlorofil dapat dilakukan untuk mengestimasi produktivitas primer di suatu wilayah perairan.

2.4.  Distribusi Produktivitas Primer Berdasarkan Jenis Ekosistem

Produktivitas primer perairan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan serta komposisi organisme dan distribusi orgnisme autotrof. Itu artinya perbedaan tipe habitat akan memberikan produktivitas primer yang berbeda-beda. Bahkan pada habitat atau ekosistem yang sama, perbedaan waktu dapat memberikan nilai produktivitas yang berbeda-beda. Produktivitas tahunan ekosistem perairan lebih tinggi dibanding hutan dan padang rumput (rerumputan). Pada ekosistem tawar, terutama danau dangkal dan rawa produktivitas dari tanaman air lebih tinggi dibanding produktivitas plankton. Hal ini juga seperti yang dikemukakan dan ditemukan oleh Tamire & Mengistou (2014), bahwa produktivitas tumbuhan air pada danau-danau dangkal dan rawa lebih tinggi daripada produktivitas plankton.

Secara umum pengukuran produktivitas primer perairan mengacu pada kemampuan plankton (mikro algae) dalam melakukan fotosintesis yang belakangan ini lebih dikembangkan oleh para peneliti dengan metode radio isotop dan citra satelit (terutama laut). Dua metode ini dianggap lebih tepat dan akurat untuk memetakan tingkat produktivitas primer perairan. Akan tetapi ada juga peranan makro alga (makrofita) terutama ekosistem lamun, komunitas rumput laut dan tumbuhan air di zona neritik danau. Bahkan pada ekosistem rawa lebih banyak disumbang oleh makrofita.

Pencarian Popularhttps://www wartangetop com/6042/nilai-produktivitas-primer-2 html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *