Aplikasi Hydrocolor 2022 Dalam Kualitas Air

Aplikasi Hydrocolor 2022 Dalam Kualitas Air – Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah 7,81 juta km2. Dari total luas wilayah tersebut, 3,25 juta km2 adalah lautan dan 2,55 juta km2 adalah Zona Ekonomi Eksklusif. Hanya sekitar 2,01 juta km2 yang berupa daratan. Dengan luasnya wilayah laut yang ada, Indonesia memiliki potensi perairan dan perikanan yang sangat besar (Pratama, 2020). Salah satu usaha Indonesia dalam memanfaat potensi tersebut adalah dengan membuat konservasi perairan. Hal ini diharapkan dapat menjaga keberlangsungan sumber daya perikanan, penggerak ekonomi melalui wisata alam perairan, dan sebagai tanggung jawab sosial untuk menyejahterakan masyarakat. Sehingga penting untuk mengetahui kondisi perairan sebelum memanfaatkan potensi perairan tersebut. Salah satunya adalah menentukan kualitas perairan itu sendiri.
Kualitas air dapat didefinisikan sebagai pengukuran kecocokan air untuk kegunaan tertentu, yang biasanya didasarkan pada karakteristik fisik, kimia dan biologi. Aspek yang dijadikan parameter meliputi kekeruhan (turbidity), TSS(total suspended solid), klorofil-a, suhu, warna, dan bau. Namun, semua aspek tersebut tidaklah mudah untuk didapat dan membutuhkan waktu serta biaya yang tidak sedikit. Sehingga pada praktikum kali ini aspek yang akan dikaji ada 3, yaitu turbiditas, nilai TSS, dan kandungan klorofil-a. Aspek tersebut akan diperoleh setelah melakukan pengolahan dari data yang terdapat pada aplikasi Hydrocolor. Hydrocolor merupakan aplikasi ponsel dengan menggunakan kamera digital ponsel untuk mengukur reflektansi penginderaan jauh dari kolom perairan. Dengan cara ini, kualitas air bisa didapatkan dengan mudah tanpa biaya dan waktu yang banyak sehingga bisa lebih efisien.
1. Kualitas Air
Kualitas air dapat didefinisikan sebagai pengukuran kecocokan air untuk kegunaan tertentu, yang biasanya berdasarkan pada karakteristik fisik, kimia, dan biologi. Kualitas air juga menunjukkan ukuran kondisi air relatif terhadap kebutuhan biota air dan manusia. Kualitas air sering kali menjadi ukuran standar terhadap kondisi kesehatan ekosistem air. Kondisi air bervariasi seiring watu tergantung pada kondisi lingkungan setempat. Kondisi kualitas air suatu perairan yang baik sangat penting untuk mendukung kehidupan organisme yang ada di dalamnya. Penentuan status mutu air perlu dilakukan sebagai acuan dalam melakukan pemantauan pencemaran kualitas air. Kualitas air dapat ditentukan dari beberapa aspek, yaitu turbiditas, nilai TSS, klorofil-a, suhu, warna, dan bau.
2. Turbiditas
Kekeruhan (turbidity) adalah keadaan transparansi suatu zat cair berkurang akibat kehadiran zat-zat tak terlarut. Turbiditas merupakan ciri-ciri optis dari air dan diukur berdasarkan banyaknya cahaya yang tersebar pada air ketika disinari cahaya. Semakin cerah intensitas cahaya tersebarnya, semakin tinggi turbiditasnya. Kekeruhan perairan merupakan suatu keadaan perairan di saat semua zat padat berupa pasir, lumpur dan tanah liat atau partikel-partikel tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton (Edward dan Tarigan, 2003). Skala dari turbiditas adalah NTU (Nephelometric Turbidity Units), JTU (Jackson Turbidity Unist), dan FTU (Formazin Turbidity Units) (Yuniarti, 2017). Pada umumnya, NTU lebih akurat dan memiliki jangkauan lebih besar dibanding JTU. Nephelometric merujuk pada teknologi pengukuran yang digunakan. Pengukuran ini membutuhkan fotodetektor yang ditempatkan pada sudut siku-siku dari sumber pencahayaan. Ketika cahaya memantul dari partikel tersuspensi, fotodetektor dapat menghitung cahaya yang tersebar. Perkiraan kekeruhan berdasarkan skala NTU dapat dilihat sebagai berikut.

Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas yang setara dengan 1 mg/liter SiO2. Menurut PERMENKES RI Nomor 416 Tahun 1990, batas maksimal kekeruhan air bersih adalah 25 skala NTU. Turbiditas yang tinggi dapat mengurangi kualitas estetika dari badan air sehingga mengurangi potensi reaksi dari turisme, menambah biaya untuk perawatan air sebagai air minum dan industri makanan, mengancam dab mengganggu fungsi insang. Pengurangan turbiditas dapat dilakukan dengan proses perawatan air yang meliputi koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan disinfeksi (MPCA, 2008).
3. Total Suspended Solid (TSS)
Material padatan tersuspensi atau Total Suspended Solid (TSS) merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi heterogen, yang berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Tarigan dan Edward, 2003). Pengamatan terhadap sebaran TSS sering dilakukan untuk mengetahui kualitas air di suatu daerah perairan. Kisaran Total Supended Solid (TSS) dapat menunjukkan kondisi sedimentasi pada suatu perairan. Pada perairan yang mempunyai konsentrasi TSS yang tinggi cenderung mengalami sedimentasi yang tinggi. Namun, TSS yang tinggi dapat menurunkan aktivitas fotosintesa tumbuhan laut baik yang mikro maupun makro sehingga oksigen yang dilepaskan tumbuhan menjadi berkurang dan mengakibatkan biota yang ada di dalamnya menjadi mati. Sehingga apabila konsentrasi TSS yang ada pada badan sungai terus bertambah dan mengalir ke lautan lepas dalam jangka waktu yang lama dapat menurunkan kualitas perairan pesisir.
Tabel 1.1. Standar Mutu TSS dalam Pengelolaan Air Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001
Kategori Kelas Pengelolaan Air | Standar Mutu TSS (mg/L) |
I | 60 |
II | 60 |
III | 400 |
IV | 400 |
Konvensional |
2.4. Klorofil-a
Istilah klorofil berasal dari bahasa Yunani yaitu Chloros artinya hijau dan Phyllos artinya daun. Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga, dan bakteri fotosintetik. Senyawa ini berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan dengan menyerap dan mengubah tenaga cahaya matahari menjadi tenaga kimia. Proses fotosintesis, terdapat 3 fungsi utama dari klorofil yaitu memanfaatkan energi matahari, memicu friksasi CO2 menjadi karbohidrat dan menyediakan dasar energetik bagi ekosistem secara keseluruhan. Karbohidrat yang dihasilkan fotosintesis melalui proses anabolisme diubah menjadi protein, lemak, asam nukleat, dan molekul organik lainnya (Muthalib, 2009).
Pada tumbuhan, didapatkan bermacam-macam pigmen yang berperan menyerap energi cahaya. Pigmen fotosintesis terdapat dalam kloroplas yang teridiri dari klorofil a, klorofil b, xantofil, karotenoid, bakterioklorofil pada bakteri. Pigmen ini menyerap warna atau gelombang cahaya yang berbeda-beda. Masing-masing menyerap maksimum pada gelombang cahaya tertentu. Pada tanaman tingkat tinggi ada 2 macam klorofil, yaitu klorofil a dan klorofil b. Klorofil a (C55H72O5N4Mg) bersifat kurang polar dan berwarna biru hijau, sedangkan klorofil b (C55H70O6N4Mg) bersifat polar dan berwarna kuning hijau.
Tabel 1.2. Perbandingan pigmen klorofil a dan klorofil b
Aspek | Klorofil a | Klorofil b |
Rumus kimia | C55H72O5N4Mg | C55H70O6N4Mg |
Gugus pengikat | CH3 | CH |
Cahaya yang di serap | Cahaya biru-violet dan merah | Cahaya biru dan oranye |
Absorbsi maksimum | Pada λ 673 nm | Pada λ 455-640 nm |
Klorofil a termasuk ke dalam zat hijau daun yang terdapat pada semua tumbuhan berperan dalam proses fotosintesis. Sebaran konsentrasi klorofil a tinggi di perairan pantai sebagai akibat dari tingginya suplai nutrient yang berasal dari daratan melalui limpasan dari daratan dan limpasan air sungai dan sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas pantai karena tidak adanya supai nutirent dari daratan secara langsung. Klorofil a berperan secara langsung dalam reaksi terang, mengubah energi matahari menjadi energi kimiawi, tetapi pigmen lain dalam membran tilakoid dapat menyerap cahaya dan mentransfer energinya ke klorofil a pada reaksi terang. Berikut ini adalah struktur fungsi klorofil a dan klorofil b.